Pakar hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Ari Wibowo, memandang pengembalian kerugian negara sebesar Rp13,25 triliun sebagai sebuah pencapaian yang luar biasa. Ini adalah langkah yang sangat penting dalam menegakkan hukum dan menuntut pertanggungjawaban dari para pelaku korupsi yang selama ini merugikan negara.
Ari Wibowo menekankan bahwa pengembalian dana yang signifikan ini perlu dicatat sebagai sebuah keberhasilan besar dalam eksekusi pidana uang pengganti. Dalam konteks hukum, hal ini menunjukkan bahwa upaya pemberantasan korupsi mulai membuahkan hasil dan memberikan harapan baru bagi masyarakat.
Pernyataan tersebut muncul saat penyerahan uang pengganti kerugian negara tersebut dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada negara. Dalam acara resmi yang berlangsung, hadir beberapa pejabat tinggi negara yang menandai betapa pentingnya momen ini dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.
Pentingnya Pengembalian Kerugian Negara dalam Penegakan Hukum
Pengembalian kerugian negara oleh kejaksaan bukan hanya sekedar tindakan administratif, tetapi memiliki dampak yang jauh lebih luas. Hal ini terkait dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum.
Dari perspektif hukum, pengembalian uang pengganti yang diputuskan oleh pengadilan sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 merupakan langkah penting. Pasal ini dirumuskan untuk memastikan bahwa keuangan negara tidak terus-terusan dirugikan akibat tindakan korupsi yang merajalela.
Ari juga mengingatkan bahwa meskipun besar angka uang pengganti yang diputuskan oleh pengadilan, seringkali tidak sebanding dengan kerugian yang diderita negara akibat tindakan korupsi. Ini menandakan perlunya evaluasi dan perbaikan dalam sistem hukum yang ada agar lebih efektif dalam penanganan kasus-kasus korupsi.
Menilai Keberhasilan Eksekusi Uang Pengganti
Dari data yang dirilis oleh Indonesia Corruption Monitor (ICM), kerugian negara akibat korupsi di tahun 2022 mencapai Rp48,786 triliun. Namun, jumlah uang pengganti yang berhasil diputuskan hanya sekitar Rp3,821 triliun, menunjukkan bahwa angka pengembalian sering kurang signifikan dibandingkan dengan kerugian yang terjadi.
Proses eksekusi uang pengganti sering kali terhambat oleh berbagai faktor, seperti kesulitan dalam melacak aset yang dimiliki terpidana. Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi aparat penegak hukum yang harus bekerja ekstra keras untuk mendapatkan kembali kerugian negara.
Dengan keberhasilan mengembalikan Rp13,25 triliun ini, Ari menilai bahwa kejaksaan telah menunjukkan sebuah contoh nyata tentang bagaimana pelaksanaan hukum yang baik dapat mengarah pada hasil yang positif. Ini menciptakan harapan agar keberhasilan serupa dapat diterapkan pada kasus-kasus lainnya di masa depan.
Harapan untuk Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia
Berdasarkan pandangan Ari Wibowo, capaian ini bukan hanya merupakan sebuah kebanggaan, tetapi juga menjadi motivasi bagi lembaga penegak hukum lainnya. Pengembalian dana tersebut bisa menjadi momentum untuk reformasi lebih lanjut dalam penegakan hukum di Indonesia.
Melalui keberhasilan ini, diharapkan akan muncul kesadaran yang lebih besar di kalangan para pelaku usaha dan masyarakat tentang pentingnya integritas dan transparansi. Negara yang kuat dan berintegritas adalah fondasi utama dari kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya.
Selain itu, dengan adanya pengembalian yang signifikan ini, masyarakat pun berhak merasa diperhatikan. Ini adalah sinyal bahwa upaya pemberantasan korupsi akan terus dilakukan dan tidak akan terhenti pada satu atau dua kasus saja.